Minggu, 26 Maret 2017

Kebutuhan Seorang Hamba Kepada Allah



Kebutuhan Seorang Hamba Kepada Allah
Bahwa kita semua sangat butuh kepada Allah adalah suatu hal yang sudah jelas. Akan tetapi boleh jadi sebagian ktg belum mengetahui secara persis sejauh mana tingkat kebutuhan kita kepada Allah Ta'ala. Maka hadits berikut ini menjelaskan kepada kita tentang betapa butuhnya kita kepada Allah dan betapa luasnya karunia Allah serta sifat-sifat Allah yang terpuji lainnya. Hadits ini patut menjadi bahan renungan kita semuanya.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ : يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ  ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ . يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ، يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ   مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ .   يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعَمَالُكُمْ أُحْصِيْهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوْفِيْكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ    وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ . [رواه مسلم]
          Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahu anhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Ta'ala bahwa Dia berfirman: “Wahai para hambaku, sesungguhya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) di antara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. Wahai hamba-Ku kalian semuanya tersesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan beri kalian hidayah. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang Aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku beri kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang Aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan (dosa) pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya bagi siapa saja yang memohon ampunan, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni.
Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang dapat kalian berikan kepada-Ku. Wahai hambaku seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kalian, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin semuanya seperti orang yang paling durhaka di antara kalian, niscaya hal itu tidaklah mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga.
Wahai hamba-Ku, seandainya  sejak orang pertama di antara kalian sampai orang terakhir semuanya berdiri di sebuah tanah lapang lalu kalian meminta kepada-Ku, kemudian setiap orang yang meminta Aku penuhi permintannya, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia memuji Allah dan bersyukur kepad-Nya, dan siapa yang mendapatkan selain itu maka janganlah ada yang dicela kecuali dirinya sendiri.”  (HR. Muslim)
Hadits qudsi yang mulia ini menerangkan kepada kita semua tentang kesempurnaan Alloh dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sesungguhnya Robb yang kita menyembah-Nya pada setiap siang dan malam adalah Robb yang Maha adil dan maha bijaksana. Dia telah mengharamkan atas Diri-Nya kezhaliman karena kebaikan dan kepemurahan-Nya. Dia tidak tidak akan menghukum hamba atas sesuatu yang tidak ia perbuat. Dia juga tidak akan menyiksa seseorang karena dosa orang lain. serta Dia tidak aka mnegurangi dari orang yang berbuat kebaikan sedikitpun dari pahalanya bahkan setiap kebaikan yang dilakukan seorang hamba, Alloh akan membalasnya dengan berlipat-lipat, sedangkan untuk keburukan, Alloh hanya akan membalasnya dengan hukuman yang setimpal tanpa pelipatan. Alangkah maha sempurnanya kebijakan Alloh
Allah Ta'ala berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan buruk, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Fushilat : 46).
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka ia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (Qs. 6: 160).
Setelah Alloh mengharankam kezhaliman atas Diri-Nya Dia mengharamkan para hamba-Nya untuk saling berbuat kezaliman. Kezhaliman secara bahasa adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan kezhlaiman yang terbesar yang paling mengundang kemurkaan Alloh adalah syirik. Allah Ta'ala berfirman:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya memperseku-tukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Qs. 31: 13)
Kezhaliman bisa mengena pada jiwa (darah), harta dan juga kehormatan. Rasulullah shallallohu alaihi wasallam telah memperingatkan akan hal ini:
اتقوا الظلم فإن الظلم ظلمات يوم القيامة 
“Takutlah kalian dari mendzalimi karena sesungguhnya kezhaliman itu akan menjadi kegelapan-kegelapan pada hari kiamat.” (Hr. Muslim)
Tentang kezhaliman pada sisi harta, Rasulullah  bersabda:
إنه لا يربو لحم نبت من سحت إلا كانت النارأولى به
“Sesungguhnya tidaklah tumbuh daging dari sesuatu yang haram melainkan neraka lebih pantas baginya.” (HR. Tirmidzi; dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Oleh karena itu kita lihat bagaimana salafus shalih sangat berhati-hati dalam masalah harta ini sehingga salah seorang istri dari mereka ketika suaminya hendak keluar rumah di pagi hari ia tak lupa membisikinya, “Wahai suamiku, bertakwalah kepada Alloh dalam masalah harta, jangan engkau nafkahi keluargamu dari harta yang haram, sesungguhnya aku mampu bersabar untuk menahan lapar, akan tetapi aku tak mampu bersabar untuk menahan panasnya api neraka.”
Lihatlah Umar bin Abdul Aziz, suatu malam ia tengah duduk di hadapan lampu di kamarnya. Tiba-tiba pintu kamar diketuk oleh anaknya, maka sebelum membuka pintu ia bertanya lebih dulu, “Wahai anakku, engkau hendak berbicara tentang urusan kaum muslimin ataukah tentang urusan keluarga?” sang anak menjawab, “Tentang urusan keluarga wahai ayah.” Maka iapun mematikan pelita yang ada di depannya dan menyalakn pelita milik pribadinya. Inilah skikap wara’ yang patut kita teladani. 
Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz ditemui oleh panglima perang daulah Islamiyah yang bernama Maslamah bin Abdul Malik. Sang panglima ini sengaja tidak makan pagi di rumahnya karena ingin menikmati makan bersama khalifah. Ternyata khalifah baru makan pagi setelah hari agak siang karena banyaknya para pegawai daulah yang menemuinya. Kemudian khalifah mengambil segenggam kurma penuh lalu bertanya kepada panglimanya, “Menurutmu cukupkah segengggan kurma ini untuk mengganjal perut seseorang?” Panglima menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu ia mengambil lagi segenngam kurma dengan tangannya yang lain (sehingga menjadi dua genggam kurma) lalu bertanya lagi, “Menurutmu cukupkah  dua gengggam kurma ini untuk mengganjal perut seseorang?” Panglima menjawab, “Ya cukup.” Maka khalifah berkata, kalau dua genggam kurma ini mencukupi untuk makan seseorang, lantas kenapa kita mesti menerjang neraka?”  fa’alaa ma nadkhulun naar? Mendengar ini sang panglima tersebut terharu dan hampir menangis, seraya berkata, wahi amirul mukminin, “Semoga Alloh mengangkat derajatmu pada kalangan’illiyyin (orang-orang yang shalih). Sungguh engkau telah mengajarkan kepadaku suatu pelajaran penting hari ini.”
Sesungguhnya harta itu memang manis dan menggiurkan. Akan tetapi Alloh menjadikannya sebagai fitnah (cobaan) bagi hamba2-Nya. Maka barangsiapa yang mendapatkannyha dari jalan yang halal niscaya Alloh akan memberkahinya dan ia selamat dari resikonya, akan tetapi siapa yang mendapatkannya dari jalan yang tidak halal, niscaya Alloh tidak akan memberkahinya dan ia tidak akan selamat dari resikonya. Tentang manisnya harta ini Rasulullah  shallallohu alaihi wasallam bersabda:
إن الدنيا حلوة خضرة وإن الله مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون فاتقوا الدنيا واتقوا النساء
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah menitipkan kepada kalian dunia itu lalu Dia akan melihat apa yang kalian perbuat tentang dunia, maka waspadalah kalian terhadap cobaan dunia dan waspadalah terhadap cobaan wanita.”
Di antara akibat buruk mengonsumsi sesuatu yang  tidak halal adalah doa seseorang  tidak didengar dan tidak dikabulkan oleh Alloh. Hal ini sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bahwa ada seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut, dan tubuhnya berdebu, ia dalam keadaan yang sangat butuh kepada Alloh, musafir yang kondisinya yang memelas, jauh dari sanak dan saudaranya, penampilannya menunjukkan kepapaannya, lalu ia menengadahkan kedua tangannya ke langit untuk berdoa. Satu-satunya harapan baginya hayalah Alloh. Ia menghadapkan hati dan menjulurkan kedua tangannya ke hadirat Alloh. Memohon seraya bertawassul dengan asma’nya yang husna, Ya Robb, Ya Robb, akan tetapi Alloh Yang Maha pemurah tidak mengabulkan doanya. Kenapa? Karena makan dan minumnya dari sesuatu yang haram, pakaiannya dari sesuatu yang haram, dagingnya tumbuh dari yang haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan?
            Alangkah meruginya orang yang seperti ini. Sebab, jika doa-doa kita tidak dikabulkan oleh Alloh kepada siapa lagi kita akan meminta? Padahal semua kebaikan dunia dan akhirat ada di sisi-Nya. Semua jalan keluar dari kesulitan dan permasalahan hanya ada di sisi-Nya. Siapakah yang dapat menolong seorang hamba jika Alloh Robbul ‘alamin berlepas diri darinya? Mungkinkah seorang hamba tidak membutuhkan Alloh meskipun sekejap mata? Tidak, sekali kali tidak. Setiap hamba sangat butuh kepada Alloh dalam setiap detiknya, dalam setiap tarikan nafasnya. Jika Alloh menyerahkan seorang hamba kepada dirinya sendiri -meskipun sekejap mata- saja niscaya ia akan celaka. Tentang iftiqorul kholq (kebutuhan seorang hamba kepada Robb-nya), Nabi shallallohu alaihi wasallam  bersabda dalam lanjutan hadits di atas:
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ  ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ . يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ،
Wahai para hambaku kalian semua tersesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni.
Benar, kita semua tersesat kecuali siapa yang diberi hidayah oleh Alloh. Jangankan kita, para nabi  pun juga tersesat seandianya bukan karena hidayah Alloh. Inilah Khalill ar-Rahman, Imamul Hunafa’, Ibrahim 'alaihis salam  berkata, sebagaimana diabadikan oleh Alloh:
قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
"Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat.". (Qs. 6: 77).
Karena sangat butuhnya kita semua kepada hidayah Ilahi ini maka Allah memerintahkan kita agar melantunkan dalam setiap shalat kita, munajat dan permohonan berikut:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
 “Tunjukilah kami jalan yang lurus,” (Qs. Al-Fatihah:6).
Permohonan ini kita ulang dalam sehari semalam minimal tujuh belas kali. Ini menunjukkan betapa sangat butuhnya kita kepada petunjuk atau hidayah Allah setiap saat.
Kemudian lanjutan hadits di atas:
“Wahai hamba-Ku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang Aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian.”
Setiap hamba sangat butuh kepada Alloh, baik untuk kemaslahatan dunia maupun agamanya. Untuk kemaslahatan dunia sudah jelas, bahwa rizki yang berupa makanan , minuman dan pakaian hanya Alloh -lah yang mampu menganugerahkannya. La Rooziqa illa Llah. Allah Ta'ala berfirman:
“ Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada ilah selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (Qs. Faathir: 3)
Demikian juga dengan kebutuhan kita terhadap ampunan Alloh. Jika Alloh tidak mengampuni dosa-dosa kita niscaya kita termasuk orang yang merugi. Allah Ta'ala berfirman tentang Adam 'alaihis salam dan istrinya yang bertaubat seraya memanjatkan doa berikut :
 "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-A'raaf; 23) 
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits di atas:
1.          Sesungguhnya Allah Maha suci dari sifat zhalim. Dia tidak menzhalimi hamba-Nya meski seberat dzarrah pun. Bahkan Dia-lah Dzat yang Maha adil. Seluruh syari'at (hukum-hukum) Nya adalah adil. Perbuatan-Nya juga adil.
2.          Wajibnya menegakkan keadilan di antara manusia serta haramnya kezaliman di antara mereka. Hal ini merupakan salah satu tujuan (maqashid) ajaran Islam yang paling penting.
3.          Wajib bagi setiap orang untuk memohon hidayah (petunjuk) dan memintanya kepada Allah ta’ala seraya menempuh sebab-sebabnya yaitu menuntut ilmu agama.
4.          Semua makhluk sangat bergantung kepada Allah dalam mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan terhadap dirinya, baik dalam perkara dunia maupun akhirat.
5.          Pentingnya istighfar (memohon ampun) atas perbuatan dosa dan sesungguhnya Allah ta’ala berjanji akan mengampuninya.
6.          Lemahnya makhluk dan ketidakmampuan mereka dalam menolak keburukan atau mendatangkan kemanfaatan.
7.          Kekayaan Allah Ta'ala sangat melimpah dan tak terbatas. Bahkan kekayaan-Nya tidak akan berkurang jika Dia memberi kepada para hamba-Nya apa saja yang mereka minta. Hal ini mendorong kita untuk berharap dan banyak memohon kepada-Nya.
8.          Wajib bagi setiap mu’min untuk bersyukur kepada Allah ta’ala atas ni’mat-Nya dan taufiq-Nya.
9.          Sesungguhnya Allah ta’ala menghitung semua perbuatan seorang hamba dan kelak pada hari kiamat akan membalasnya.
10.      Dalam hadits di atas terdapat petunjuk untuk selalu mengevaluasi diri (muhasabah)

Demikianlah penjelasan singkat hadits Qudsi di atas, dan Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, para keluarga dan segenap sahabatnya.


Jumat, 24 Maret 2017

Bila Penyakiit Was was Datang



Nasihat Ulama untuk Menangkal Waswas Setan
Hati-hatilah anda dari was-was dalam segala sesuatu, yakinlah itu dari setan. Bila anda mendapati suatu was-was dalam jiwa anda, berlindunglah kepada Allah dari setan serta teruskan apa yang sedang anda lakukan. Berketetapan hatilah hingga membuat jengkel setan musuh anda. Hingga pada akhirnya ia tak dapat menguasai anda setelah sebelumnya dapat melakukannya karena sikap lembek anda kepadanya. Kita mohon perlindungan kepada Allah dari kejelekan dan tipu daya setan.”
Seseorang dapat berdoa dengan doa yang Allah mudahkan baginya, seperti mengatakan:
اللَّهُمَّ أَعِذْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنَ الشَّيْطَانِ، اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ ،اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ مَكَائِدِ عَدُوِّكَ الشَّيْطَانِ
“Ya Allah, lindungilah aku dari setan. Ya Allah, jagalah aku dari setan. Ya Allah, tolonglah aku utk mengingat-Mu (berdzikir kepada-Mu), utk bersyukur kepada-Mu & membaguskan ibadah kepada-Mu. Ya Allah, jagalah aku dari tipu daya musuh-Mu (yaitu) setan.”
Hendaklah ia memperbanyak dzikir kepada Allah Ta'ala, banyak membaca Al-Qur`an & berta’awwudz kepada Allah ketika mendapatkan was-was, sekalipun ia sedang mengerjakan shalat. Bila gangguan was-was itu mendominasinya dalam shalat, hendaklah ia meludah (meniup dengan sedikit ludah) ke kiri tiga kali dan berta’awwudz dari gangguan setan sebanyak tiga kali.
Ketika seorang sahabat yaitu ’Utsman bin Abil ’Ash Ats-Tsaqafi mengeluh kepada Rasulullah shallallohu alaihi wasallam tentang was-was yang didapatkannya di dalam shalat, beliau shallallohu alaihi wasallam memerintahkannya untuk meludah ke kiri tiga kali dan  berta’awwudz kepada Allah dari gangguan setan dalam keadaan ia mengerjakan shalat. Utsman pun melakukan saran Rasulullah shallallohu alaihi wasallam tersebut kemudian Allah pun menghilangkan gangguan yang didapatinya.
Kesimpulannya, bila seorang mukmin dan mukminah diuji dengan was-was, hendaknya bersungguh-sungguh meminta kesembuhan dan keselamatan kepada Allah dari gangguan tersebut. Ia banyak ber-ta’awwudz kepada Allah Ta'ala dari setan, berupaya menepis perasaan was-was tersebut, tak memedulikan serta menurutinya, baik di dalam maupun di luar shalatnya. Bila berwudhu, ia melakukannya dengan mantap dan tak mengulang-ulangi wudhunya. Bila sedang shalat ia mantap mengerjakannya dan tak mengulang-ulangi shalatnya. Bila bertakbir (takbiratul ihram) ia mengerjakannya dengan mantap dan tak mengulangi takbirnya. Semuanya dalam rangka menyelisihi bisikan musuh Allah Ta'ala serta dalam rangka menyalakan permusuhan terhadapnya.
Demikianlah yang wajib dilakukan seorang mukmin, agar ia menjadi musuh bagi setan, memeranginya, menepisnya, dan tak tunduk kepadanya. Bila setan membisikkan kepada anda bahwa anda belum berwudhu dan belum shalat (dengan tujuan menyusupkan was-was hingga anda mengulang-ulangi wudhu dan shalat karena merasa belum mengerjakannya dengan benar), padahal anda tahu anda telah berwudhu, anda lihat sisa-sisa air pada tangan anda & anda tahu anda telah mengerjakan shalat, maka janganlah menaati musuh Allah l itu. Yakinlah anda telah shalat. Yakinlah anda telah berwudhu sebelumnya. Jangan anda ulang-ulangi wudhu dan shalat anda serta ber-ta’awwudz-lah kepada Allah Ta'ala dari musuh-Nya.
Wajib bagi seorang mukmin untuk kuat dalam melawan musuh Allah Ta'ala (yaitu setan) hingga musuh itu tidak  mampu lagi mengalahkan dan mengganggunya. Karena ketika setan dapat menguasai dan mengalahkan seseorang, ia akan menjadikan orang itu seperti orang gila yang dipermainkannya. Karena itu, wajib bagi setiap mukmin dan mukminah untuk berhati-hati dari musuh Allah, ber-ta’awwudz kepada Allah  dari kejelekan dan tipu dayanya. Hendaklah hamba mukmin itu kuat dalam melawan setan serta bersabar dalam menangkal gangguan tersebut (tidak mudah menyerah), sehingga ia tak menuruti setan untuk mengulangi shalatnya, wudhunya, takbirnya, atau yang lainnya.